Topik kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan dan ketidakpuasan terhadap sistem telah beredar dalam wacana publik ketika pembunuhan Lhamo terjadi, menambah kemarahan yang berkembang.
Kasus ini diliput secara luas di media nasional dan internasional, menarik perhatian atas kematian Lhamo yang mengerikan -- serta meningkatkan diskusi tentang masalah yang lebih besar seputar perempuan dan kekerasan di China. Di media sosial China, ada perdebatan sengit tentang bagaimana sistem hukum negara itu sering gagal melindungi korban sementara dengan mudah mengampuni pelaku pelecehan.
Banyak aktivis dan perempuan mengatakan sebagian dari masalahnya adalah gagasan yang berlarut-larut dan mengakar jika perselisihan rumah tangga adalah masalah pribadi keluarga -- yang seringkali berarti pihak berwenang enggan untuk terlibat, atau bahwa perempuan menghadapi stigma sosial karena berani berbicara. Sampai 2001, ketika China mengamandemen undang-undang pernikahannya, pelecehan tidak dianggap sebagai alasan perceraian.
Tang memiliki riwayat kekerasan fisik terhadap Lhamo. Berdasarkan laporan, Tang memukulinya berkali-kali sebelum mereka bercerai pada Juni 2020. Pada bulan-bulan berikutnya, dia berulang kali mencari mantan istrinya dan meminta untuk menikah lagi, tetapi ditolak - yang mengarah ke pembunuhan.
China baru memberlakukan undang-undang nasional pertamanya yang melarang kekerasan dalam rumah tangga pada 2015, sebuah undang-undang inovatif yang mendefinisikan kekerasan dalam rumah tangga untuk pertama kalinya, dan mencakup pelecehan psikologis serta kekerasan fisik.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait