Dengan memakai riasan putra gagah, alis njegrag keatas hampir menyerupai alisnya Werkudara. Tebalnya riasan tidak setebal Werkudara dan tidak memakai make up warna merah- merah. Penimbal/pawang Ebeg atau dalang memakai baju hitam.
Selain itu kostum Tradisi Ebeg diantaranya menggunakan jamang Ebeg/ Irah-irahan memakai Sumping, memakai klat bahu di lengan tangan. Baju putih lengan panjang / kaos panjang, kalung kace, celana tiga perempat, jarit atau keci, stagen, slepe/sabuk, barosamir kanan,kiri, binggel atau gelang kaki, sampur atau selendang.
Kemudian pagelaran ebeg biasanya dilakukan di tempat-tempat yang cukup lapang seperti di kebun yang terdapat tanah kosong, di lapangan dan di sawah yang kering.
Ketika Ebeg dijadikan sarana permohonan kepada Tuhannya agar turun hujan dilakukan di tengah-tengah sawah pada siang hari. Tradisi memohon turunnya hujan adalah agar tidak terjadi gagal panen. Adapun tujuan pentas pada masa dahulu pada masyarakat pedesaan untuk hiburan pada masyarakat sekitarnya.
Lambat laun Ebeg memiliki nilai seni yang menawan hati masyarakat, mulailah tradisi tari ebeg ditanggap di rumah-rumah penduduk atau orang yang punya ujar (ketika anaknya sudah sembuh dari sakit akan ditanggapkan tari Ebeg). Tanggapan Ebeg bisa untuk acara khitanan atau pernikahan.
Lebih menarik lagi di jaman dahulu ketika masa kolonial Belanda, dimana pabrik gula tebu yang akan beroperasi atau giling maka akan nanggap ebeg, lengger dan sejenisnya supaya tidak ada sambekala/hambatan-hambatan dalam proses penggilingan tebu menjadi gula.
Disamping itu juga pemerintah nanggap dalam rangka pembukaan kegiatan dan lainnya, Ebeg dilakukan di siang hari.
Editor : Arbi Anugrah
Artikel Terkait