Tetua adat Bonokeling yang disebut Bedogol Bonokeling, Sumitro, mengungkapkan, untuk menggelar Unggah-unggahan, misalnya, masing-masing warga Bonokeling bergotong-royong menyiapkan makanan. Mereka membawa hasil bumi dari rumahnnya masing-masing untuk dimasak bersama.
Masak bersama komunitas adat Bonokeling. (Foto: iNewsPurwokerto).
Budaya tidak saling membedakan antarsesama itu menguatkan sikap gotong royong yang sejak ratusan tahun lalu terpelihara hingga kini.
“Kegotongroyongan menguatkan kekerabatan, begitu juga sebaliknya kekerabatan yang rekat memunculkan saling peduli yang muaranya adalah saling bantu membantu dan peduli. Tanpa pembedaan,”jelasnya.
Kegotongroyongan juga terejawantahkan dalam pengelolaan pangan di desa setempat.
Menurut Sumitro, kaum adat Bonokeling yang berada di 23 RT di Desa Pekuncen, Jatilawang itu masih memiliki stok pangan dalam kondisi
paceklik sekalipun.
“Kami tetap mempertahankan lumbung pangan sebagai tempat penyimpangan gabah hasil panen hingga kini. Jadi, meski saat desa lain sudah tak lagi memiliki, lumbung di sini tetap tak hilang. Sebab, dengan adanya lumbung, kami tidak bakal bingung, saat paceklik datang. Di lumbung, kami memiliki simpanan antara 1,5 ton hingga 5 ton,”ungkapnya.
Editor : EldeJoyosemito
Artikel Terkait