Setiap panen datang, seorang warga Bonokeling menyisihkan sekitar 50 kilogram (kg) hingga 1 kuintal gabah. “Gabah tersebut kemudian disimpan ke dalam lumbung. Begitu musim paceklik datang, maka akan dipinjamkan kepada warga yang membutuhkan.
“Karena tidak seluruh penduduk memiliki simpanan gabah di rumah. Jika ada yang meminjam, mereka harus mengembalikan bersama bunganya sebesar 20%. Kalau pinjam 1 kuintal, misalnya, maka bunga pinjaman mencapai 20 kg. Namun, waktu pengembalian menyesuaikan dengan masa panen,”jelasnya.
Prosesi unggah-unggahan komunitas adat Bonokeling. (Foto: iNewsPurwokerto)
“Hampir seluruh RT telah memiliki gedung pertemuan yang dananya diambilkan dari bunga simpan pinjam gabah tersebut,”kata dia.
Karena gabah akan lebih tahan lama jika dibandingkan dengan beras. Kalau beras, maka hanya dalam beberapa bulan nantinya bakal menguning.
“Namun, jika gabah, maka akan lebih lama waktu penyimpannya. Ketika digiling, maka hasil berasnya akan tetap seperti gabah saat panen. Itulah mengapa sejak dulu hingga sekarang kami menyimpan pangan dalam bentuk gabah,”ungkapnya.
Bahkan, ketika musim kemarau panjang datang, saat padi tidak dapat ditanam, maka warga Bonokeling menyiapkan singkong menjadi makanan alternatif.
Editor : EldeJoyosemito
Artikel Terkait