“Perlunya reformasi manajemen kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak agar dilakukan dengan cepat, terintegrasi, dan lebih komprehensif (one stop services) mulai dari pengaduan, pendampingan, layanan kesehatan, bantuan hukum, hingga layanan rehabilitasi sosial dan reintegrasi,” jelasnya.
Ia juga menekankan pentingnya masyarakat mengetahui tempat yang dapat mereka tuju untuk melaporkan kasus kekerasan. "Di Kabupaten Purbalingga sudah ada UPTD P2A, di Polres ada unit PPA, di Kejaksaan ada Jaksa Anak, dan di Pengadilan Negeri juga ada unit khusus pengaduan kekerasan terhadap anak," terangnya.
Salah satu langkah konkret dalam rakor ini adalah pembentukan FORKOMPPKtPA, yang bertujuan sebagai wadah koordinasi untuk mencegah dan menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. "Karena mereka mengalami kekerasan yang dampaknya akan berlangsung seumur hidup," ujarnya.
Menurutnya, jika kekerasan terhadap anak dibiarkan, generasi mendatang akan tumbuh dengan trauma berkepanjangan. Anak-anak yang mengalami kekerasan juga berisiko menyimpan dendam dan bisa saja mengulangi pola kekerasan tersebut di masa depan.
Sementara itu, Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Brianda Astro Diaz, memimpin penyusunan struktur dan program kerja FORKOMPPKtPA untuk tahun 2025. Forum ini akan memiliki agenda tahunan yang meliputi rakor pembentukan di Februari, bimbingan teknis di April, koordinasi lintas sektor di Mei, pelatihan pencatatan kasus di Juni, hingga rakor evaluasi pada Oktober.
Dengan adanya forum ini, diharapkan langkah-langkah pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Purbalingga menjadi lebih efektif, menyeluruh, dan berkelanjutan.
Editor : Arbi Anugrah
Artikel Terkait