Ia menceritakan, pada masa pandemi, hasil olahan berbahan dasar mangrove sempat diekspor ke luar negeri melalui para perantau asal Kutawaru. Kini, berkat pelatihan yang difasilitasi oleh Pertamina, kelompok ibu-ibu di bawah Kelompok Tani Wanita (KWT) dapat mengembangkan produk kuliner dari berbahan dasar mangrove menggunakan kemasan bernilai ekonomi tinggi.
“Berkat binaan CSR dari Patra Niaga, ibu-ibu di sini kini bisa mandiri secara ekonomi. Dari yang tadinya nganggur, sekarang punya penghasilan tambahan dari olahan mangrove,” ujar Naswan penuh bangga.
Mengembangkan produk kuliner dari berbahan dasar mangrove menggunakan kemasan bernilai ekonomi tinggi. Foto: Arbi Anugrah/iNewsPurwokerto
Selain menjadi ekowisata Simanja, bibit mangrove dari upaya pembibitan yang dilakukan oleh kelompok ini juga kini telah dijual hingga keluar Kabupaten. Bibit hasil penangkaran dari kelompok ini kerap digunakan sebagai bagian dari program Mageri Segoro, salah satu program penanaman mangrove serentak di Jawa Tengah.
Manfaat konservasi yang dilakukan Kelompok Sida Asih kini dirasakan beragam satwa di perairan pesisir Cilacap. Dengan berjalannya waktu, alam memulihkan dirinya sendiri. Di mana dulu, kawasan tersebut sepi dari beragam satwa. Tapi saat ini, beragam jenis spesies kembali berdatangan.
“Sebelum ada penanaman, jangankan kepiting, burung saja tidak ada. Sekarang kepiting hidup di sini, burung-burung pun bersarang hingga jinak. Artinya ekosistem kembali hidup,” tutur Naswan.
Berdasarkan catatannya, setidaknya ada sekitar 56 jenis mangrove yang tumbuh di wilayah tersebut, diantaranya terdapat jenis seperti Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata, dan Bruguiera.
Kelompok Sida Asih juga aktif melakukan edukasi lingkungan kepada para pelajar, mulai dari tingkat PAUD hingga mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi. Mereka mengajak generasi muda untuk mulai menanam mangrove, sebagai bagian dari warisan lingkungan untuk masa depan.
“Satu pohon saja (mangrove) bisa menghidupi habitat 10 jenis hewan. Jadi kalau kita menanam satu pohon saja, itu secara tidak langsung kita mewariskan (kehidupan) bagi anak cucu kita yang belum lahir,” ucap Naswan lirih, menatap barisan bakau yang menjulang di depan matanya.
Meski program konservasi mangrove berjalan sukses, Namun Naswan masih menyimpan kekhawatiran, yakni regenerasi. Sebab, sebagian besar anggota Sida Asih kini berusia lanjut atau lansia, sementara anak muda yang ada di Kutawaru, sekitar 95 persen merantau ke luar negeri setelah lulus sekolah.
"Anggota kami semua lansia 100 persen. Nah, saya yang takutnya generasi penerus itu tidak ada. Sebabnya dari anak-anak sekolah khususnya di Kelurahan Kutawaru ini, kalau rampung habis sekolah pasti kursus, lalu langsung pergi ke Jepang, Korea, perantuan ke luar negeri. Itu kan termasuk generasi penerus kita. Karena kita sudah sepuh-sepuh, kan kita juga khawatir," ujarnya.
"Karena itu, sekarang kami fokus mengedukasi anak-anak sekolah agar mau peduli pada lingkungan,” lanjutnya.
Editor : Arbi Anugrah
Artikel Terkait
