Saat dirinya ditahan di dalam penjara Imigrasi, dirinya banyak bertemu dengan orang-orang dari berbagai negara yang mengalami nasib yang sama. Dalam satu ruangan kamar tersebut diisi oleh sekitar 30 orang yang diantaranya dari Vietnam, Indonesia, bahkan Amerika.
Di ruangan itu pula dia banyak mendengarkan berbagai kisah para TKI Kaburan yang harus bekerja sebagai pelayan hidung belang, salah satunya yaitu Shinta.
“Ada teman yang sempat curhat dengan saya yang bekerja melayani pria hidung belang dan biasa diberi insentif 1.200 NTD (Rp 500.000) untuk melayani seorang pelanggan. Dalam satu malam dia biasa melayani sampai tujuh pria hidung belang,” ungkap Icha, menceritakan pengalamannya saat dalam tahanan yang sama dengan temannya.
Berbeda dari Icha, Misriyati TKI lainnya, menyebut ia kala menjadi PMI kaburan, pernah ditangkap. Namun, ia hanya ditahan selama kurang dari satu bulan.
Hal itu karena ia mampu membayar uang denda dan uang tiket pesawat untuk kembali ke Indonesia, senilai 20 ribu Taiwan Dollar, atau senilai Rp 8,5 juta.
Uang itu sendiri didapatkannya dari hasil penagihan terhadap majikan lamanya yang menunggak gajinya.
Dia mengungkapkan, bagi para tahanan yang tidak sanggup membayar uang denda akan mendapat masa tahanan antara 40-60 hari tergantung subsidi dari pemerintah Indonesia.
Subsidi ini diberikan terbatas, sehingga dalam waktu satu minggu di penjara Yilan, hanya 10 WNI penerima subsidi yang diperbolehkan pulang.
"Permasalahan kaburan di Taiwan ini sebenarnya merupakan permasalahan yang sulit untuk diselesaikan. Sejalan dengan diadakannya sidak oleh imigrasi dan kepolisian Taiwan di semua tempat, baik di tempat umum maupun rumah-rumah penduduk yang disinyalir sebagai tempat berkumpulnya KBR, namun tetap saja jumlah kaburan tidak pernah berkurang karena setiap hari ada saja TKI yang kabur. Kaburan ibarat tunas kunyit, ketika tunas lama dipotong maka akan tumbuh tunas yang baru," ucapnya.
Editor : Arif Syaefudin
Artikel Terkait