get app
inews
Aa Read Next : Ini Alasan Kenapa Kucing Tidak Masuk Surga

Bertobat Sebelum Terlambat, Jangan Berputus Asa dari Rahmat Allah

Jum'at, 29 Oktober 2021 | 07:05 WIB
header img
Tidak ada manusia yang bebas dari dosa, kecuali para Nabi yang bersifat ma’sum. (Foto: Unsplash)

TIDAK ada manusia yang bebas dari dosa, kecuali para Nabi yang bersifat ma’sum. Besar atau kecil, disengaja atau tidak disengaja setiap orang pasti pernah tergelincir dalam dosa.

Dalam sebuah hadits Rasulullah SAWbersabda:

كُلُّ اِبْنِ ادَمِ خَطَّاؤنَ وَ خَيْرُ الْخَطَّاءٍيْنَ التَّوَّابُوْنَ.
“Setiap anak Adam memiliki kesalahan (dosa), dan sebaik-baik orang yang memiliki kesalahan ialah yang bertaubat”. 
(HR Tirmidzi, Ibnu Majah dan Hakim dari Anas bin Malik ra).

Ulama dan Mantan Anggota Komisi Ukhuwah MUI DKI Jakarta, KH Drs Syarifuddin Mahfudz MSi menjelaskan,  tobat adalah sarana yang  amat penting bagi setiap mukmin untuk mensucikan diri agar tetap berada dalam ridha Allah SWT. Arti harfiyah dari tobat  adalah kembali. Artinya menurut istilah adalah kembali dari dosa menuju taat, kembali dari sifat-sifat tercela menuju sifat-sifat terpuji.

Sesuai dengan ciri agama  Islam yang mengajarkan umatnya agar selalu berpandangan optimis, konsep tentang taubat mengajarkan kepada setiap Muslim, agar selalu optimis bahwa dosa sebesar apapun pasti akan diampuni Allah SWT apabila yang bersangkutan bertaubat.

Dalam surat Az Zumar 39:53 Allah SWT berfirman:
قُلْ ياَ عِباَدِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُواْ عَلىَ اَنْفُسِهِمْ لا َتَقْنَطُواْ مِنْ رَحْمَةِ الله  اَنَّ اللهَ يَغْفِرَ الذُّنُوْبَ جَمِيْعاً اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْم

“ Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri  mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Ayat ini memberi harapan kepada mereka yang pernah berbuat dosa, yang melampaui batas-batas yang dilarang agama, agar mereka tidak putus asa dari rahmat Allah. Allah SWT Maha Pemberi Rahmat, di antaranya berupa ampunan bagi para pendosa. Bahkan Dia mengampuni dosa-dosa semuanya.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah saw bersabda:
اِنَّ الله تَعَالَى يَبْسُطُ يَدَهُ بِا لَّيْلِ لِيَتُوْبَ مُسِيْءُ النَّهَارِ, وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوْبَ مُسِيْءُ الَّيْلِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا.

“ Sesungguhnya Allah SWT membentangkan TanganNya di malam hari agar orang yang berbuat dosa di siang hari bertaubat kepadaNya. Dan membentangkan TanganNya di siang hari agar orang yang berbuat dosa di malam hari bertaubat kepadaNya. Demikian itu terus berlangsung hingga matahari terbit dari tempat terbenamnya”.

Hadits ini menjelaskan bahwa Allah SWT senantiasa menyambut hambaNya yang berdosa agar bertaubat, sepanjang masa, hingga kiamat tiba (hingga matahari terbit dari barat/tempat tenggelamnya).

Allah SWT berfirman dalam surat An Nisa, 4:17-18 sebagai berikut: 
اِنَّماَ التَّوْبَةُ عَلىَ اللهِ لِلَّذِيْنَ يَعْمَلُوْنَ السُّوءَبِجَهاَلَةٍ ثُمَّ يَتُوْبُوْنَ مِنْ قَرِيْبٍ فَأُلَئِكَ يَتُوْبُ اللهُ عَلَيْهِمْ وَكاَنَ اللهُ عَلِيْماً حَكِيْماً . وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لَلَّذِيْنَ يَعْمَلُوْنَ السَّيِّأتِ حَتَّى اِذَا حَضَرَ اَحَدَ هُمُ الْمَوْتُ قاَلَ ااِنَّيْ تُبْتُ الئانَ وَلاَ الَّذِيْنَ يَمُوْتُوْنَ وَهُمْ كُفَّار اُلَئِكَ اَعْتَدْناَ لَهُمْ عَذاَباً اَلِيْماً

“ 17. Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.18.Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan : "Sesungguhnya saya bertaubat sekarang". dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih.”

Tobat  tidak diterima Allah “IDZAA HADHORO AHADAHUMUL MAUT QOOLA INNII TUBTUL AAN-apabila ajal datang kepada salah seorang dari mereka, baru ia berkata “aku taubat sekarang”.

Sebagaimana Sabda Nabi SAW:
اِنَّ الله يُقْبَلُ تَوْبَةَ الْعبْدِ مالَمْ يُغَرغِرْ.
“ Sesungguhnya Allah menerima taubat hambaNya selama dia belum yughorghir (nyawanya belum sampai ke tenggorokan)”.
( HR Ahmad dari Ibnu Umar ra)

Pada saat yughorghir atau sakaratul maut itu, pintu taubat sudah tertutup. “ ..karena masa ujian telah selesai. Tidak ada lagi waktu untuk beramal. Bahkan ketika itu , manusia telah menyadari benar kesalahan-kesalahannya . . .karena ketika itu sebagian tabir gaib sudah dibuka . . .sehingga pastilah yang berdosa akan dapat melihat di mana dia akan disiksa, dan ini mengantar dia untuk percaya dan bertaubat”. 
(Quraisy Shihab, Tafsir Al Misbah Vol 2, hal 379)

FirmanNya Surat Al Ghafir/Al Mukmin, 40:85 
فَلَمْ يَكُ يَنْفَعُهُمْ اِيْماَنُهُمْ لَمَّا رَاَوْا بَأسَناَ سُنَّتَ اللهِ الَّتِيْ قَدْ خَلَتْ فيْ عِباَدِهِ وَخَسِرَ هُناَلِكَ الْكاَفِرُوْنَ

“ Maka iman mereka tiada berguna bagi mereka tatkala mereka telah melihat siksa Kami. Itulah sunnah Allah yang telah berlaku terhadap hamba-hamba-Nya. dan di waktu itu binasalah orang-orang kafir”.

Dua hadits dan dua firman Allah tersebut sangat jelas mengindikasikan bahwa bertaubat itu harus dilakukan sesegera mungkin, tidak boleh ditunda-tunda. Begitu seorang mukmin tergelincir melakukan sebuah dosa, dengan serta merta dia harus segera bertaubat. Bertaubatlah sebelum terlambat, selagi kesempatan masih ada.

Dalam Ihya Ulumuddin, Imam Ghazali, membagi orang yang bertaubat kepada empat tingkatan, sebagai berikut:

Tingkatan pertama, seorang yang bermaksiat lalu bertaubat dan konsisten  dalam taubatnya. Ia memperbaiki semua kesalahannya dan bertekad tidak mengulangi. Disebut istiqomah dalam taubat, pelakunya disebut sabiq bil khairat (orang paling depan dalam kebaikan) dan mustabdil bis sayyi’at hasanat (yang mengganti kejahatan dengan kebaikan). Inilah yang disebut taubat nasuha. Dan jiwanya disebut an Nafsul Muthma’innah (jiwa yang tenang). 

FirmanNya dalam surat At Tahrim, 66:8,
ياَاَيُّهاَ الَّذِيْنَ اَمَنُواْ تُوْبُواْ اِلى اللهِ تَوْبَةً نَصُوْحاً
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya)"

“ Tobat nasuha yaitu tobat yang menjernihkan hati, membersihkannya dan memurnikannya. Kemudian ia tidak menghianatinya dan tidak mencuranginya. Ia adalah tobat dari maksiat dan dosa, yang dimulai dengan penyesalan atas segala yang terjadi sebelumnya, dan berlanjut dengan amal saleh dan ketaatan”. (Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilaalil Qur’an Jilid 11, Terj, hal 339)

Tingkatan kedua, orang bertaubat yang menempuh jalan istiqomah dengan melaksanakan berbagai  ketaatan yang utama, meninggalkan seluruh dosa besar, kecuali dosa-dosa kecil yang tidak bisa dihindari. Setiap kali terlanjur melakukan dosa, ia mencela dirinya, menyesali perbuatannya, merasa sedih dan memperbaharui tekadnya untuk serius menjaga diri. 

Jiwa seperti ini disebut an Nafsul Lawwamah (jiwa yang selalu mencela). Tingkatan inilah yang paling banyak didapatkan pada orang yang bertaubat. Karena kejahatan itu menjadi tabiat manusia, sehingga jarang sekali yang betul-betul terbebas dari padanya. Orang-orang inilah yang dijanjikan Allah swt dalam surat An Najm (53):32 sbb :
اَلَّذِيْنَ يَجْتَنِبُوْنَ كَباَئِرَ الْاِثْمِ وَالْفَواَحِشَ اِلاَّ الَّلمَمَ اِنَّ رَبَّكَ واَسِعُ الْمَغْفِرَة هُوَ اَعْلَمُ بِكُمْ اِذْ اَنْشَاَكُمْ مِنَ الْاَرْضِ وَاِذْ اَنْتُمْ اَجِنَّتُمْ فىِ بُطُوْنِ اُمَّهاَتِكُمْ فَلاَ تُزَكُّواْ اَنْفُسَكُمْ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى

“ Orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu Maha luas ampunanNya. dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa”.

Tingkatan ketiga, orang yang bertaubat  hanya sementara waktu saja. Setelah itu ia kembali dikuasai oleh nafsunya untuk melakukan dosa-dosa lain secara sadar, lantaran ia tidak mampu mengendalikan diri. Namun dalam waktu yang sama ia tetap tekun menjalankan berbagai kewajiban agama. Ia sangat ingin diberi kemampuan oleh Allah untuk dapat menundukkan nafsunya. Bahkan ketika selesai melakukannya iapun menyesal dan mengatakan “Sekiranya aku tidak pernah melakukannya . . .Aku ingin sekali bertaubat, dan berjuang untuk menundukkan nafsuku”. 

Nafsu seperti ini disebut an Nafsul Musawalah, nafsu menggoda, nafsu yang memperindah perbuatan dosa. Pelakunya disinggung dalam firman Allah SWT Surat At Taubah, 9:102 sebagai berikut:

وَاَخَرُوْنَ اعْتَرَفُواْ بِذُنُوْبِهِمْ خَلَطُواْ عَمَلاً صاَلِحاً وَاَخَرَ سَيِّئاً عَسىَ اللهُ اَنْ يَتُوْبَ عَلَيْهِمْ اِنَّ اللهَ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ

“ Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampurbaurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk. Mudah-mudahan Allah menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Model yang ketiga ini, jika ditinjau dari ketekunan menjalankan ketaatan dan ketidaksukaan dengan apa yang ia lakukan, masih bisa diharapkan. Namun jika ditinjau dari perilakunya yang berulang-ulang melakukan maksiat dan menunda-nunda taubat, kondisinya sangat membahayakan, dan dikhawatirkan ia mati dalam su’ul khotimah, bukan husnul khotimah. Taubat yang demikian sering disebut taubat sambel. Laksana orang makan sambel pedas, dia mengeluh kepedasan namun tetap juga berulang-ulang memakannya.

Tingkatan keempat, orang yang bertaubat selama beberapa waktu saja, kemudian kembali lagi mengerjakan dosa tanpa ada niat untuk bertaubat atau merasa menyesal atas perbuatannya. Bahkan ia semakin larut menuruti hawa nafsunya. Orang seperti ini tergolong “yang berkeras hati dan terus menerus dalam dosa”. Nafsunya disebut an Nafsul Amarah, nafsu yang selalu mengajak kepada kejahatan dan menjauh dari kebaikan. Orang seperti ini sangat dikhawatirkan mengalami su’ul khotimah.

Nafsu demikian disinggung dalam Al Qur’anul Karim Surat Yusuf, 12:53 berikut:
وَماَ اُبَرِّئُ نَفْسِيْ اِنَّ النَّفْسَ لَاَمَّارَةٌ باِاسُّوْءِ اِلاَّ ماَ رَحِمَ رَبِّيْ اِنَّ رَبِيْ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ
“ Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang”.

Untuk meraih hasil maksimal dalam memperoleh ampunan Allah SWT, Nabi saw mengajarkan sayyidul istghfar atau induk istighfar sebagai berikut:

اللهُمَّ اَنْتَ رَبِّيْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اَنْتَ خَلَقْتنِيْ وَاَنَا عَبْدُك وَاَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَاسْتَطَعْتُ اَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ ما صَنَعْتُ اَبُؤُ لَكَ بِنعمَتِكَ عَلَيَّ وَاَبُؤُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْلِيْ فَإنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ اِلاَّ اَنْتَ.

“ Ya Allah Engkau adalah Tuhanku, tiada Tuhan selain Engkau yang menciptakan diriku, aku adalah hambaMu, dan aku berada dalam perintah dan perjanjianMu dengan segala kemampuanku, perintahMu kulaksanakan,Aku berlindung kepadaMu dari segala keburukan yang aku perbuat, ni’matMu kepadaku kian berlimpah, sementara aku berbuat dosa kepadaMu, maka ampunilah dosa-dosaku, sebab tiada yang dapat memberi ampunan kecuali Engkau”. (Hr Bukhari Muslim dari Syaddad bi Aus)

Dalam hadits tersebut juga diterangkan bahwa, barangsiapa yang membacanya pada sore hari, kemudian  di malam harinya dia meninggal dunia, maka dia akan dimasukkan Allah ke surga. Dan barangsiapa membacanya pada pagi hari, kemudian di siang harinya dia meninggal dunia, maka dia akan dimasukkan Allah ke surga.

Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut