Bu Yayuk lantas menjalani profesi sebagai sopir bus dengan ikhlas hingga akhir hayatnya, apalagi dirinya sudah mengenal dunia transportasi sejak kecil. Sebab itu, dia bertahan sebagai sopir bus dari PO Haryanto hingga akhirnya pindah ke PO Kencana.
“Kalau di dunia bus itu sekitar tahun 1985 sudah terjun di perbusan. Dulu suami saya (suami pertama) anak pemilik bus Purwo Widodo. Jadi megang unit bus itu sejak dari punya sendiri. Kebetulan orang tua juga bergerak di bisnis transportasi, cuma armada kecil. Jadi saya bergelut dengan kendaraan sejak kecil. Bahkan bisa nyetir sejak kelas 5 SD,” ujar Yayuk dalam kanal YouTube Bima Rahmatulloh.
Bu Yayuk yang telah menikah kembali sangat senang menjalani profesinya sebagai sopir. Terlebih, jika ada penumpang yang mengucapkan terima kasih membuatnya merasa lega telah memudahkan urusan orang lain.
“Semua pekerjaan itu kalau kita bisa menempatkan diri pasti nyaman. Kebetulan saya senang nyupir, ya udah ketemu titik nyamannya di sini. Anggapan jadi sopir AKAP capek itu salah, jam kerjanya sama saja seperti di perusahaan-perusahaan,” katanya.
Layaknya seorang nenek, ketika libur tiba, ia sering meluangkan waktunya untuk bermain dengan sang cucu. Apalagi, sebagai sopir bus bersama sang suami juga mempengaruhi pendapatannya per bulan.
“Sebulan saya bisa 12 kali PP, jadi ditotal sama suami itu 24 kali PP. Itu hitungannya sudah Rp6 juta. Kalau untuk keperluan rumah itu dari suami saya, yang dia dapet dari paketan itu dibelikan beras. Kalau saya bayar cicilan, ya masih ada sisa-sisa sedikit untuk nabung. Alhamdulillah bisa kebeli Xenia seken,” ujar Yayuk dalam unggahan video di kanal YouTube PO Haryanto Official.
Editor : Arbi Anugrah