Pangeran Diponegoro berusaha menghapus rencana-rencana ini, karena ia melihat bahwa para pejabat di Kesultanan Yogyakarta hanya memberikan beban kepada pemerintahan desa. Ia ingin mengembalikan tatanan seperti pada masa pemerintahan Sultan Pertama.
Sang Ayah tampaknya setuju dengan usulan Pangeran Diponegoro, dan memberikan waktu satu tahun sebelum perubahan-perubahan tersebut dijalankan. Namun, Sultan Hamengkubuwono III meninggal sebelum setahun berlalu.
Selain itu, hasil panen di wilayah Keraton Yogyakarta juga dipengaruhi oleh faktor alam. Terutama karena letusan gunung berapi Tambora di Sumbawa antara April dan Juli 1815.
Letusan ini dianggap sebagai letusan gunung berapi paling dahsyat dalam sejarah, bahkan empat kali lebih kuat daripada letusan Gunung Krakatau pada tahun 1883.
Kejadian ini mengakibatkan tahun 1816 dikenal sebagai "tahun tanpa musim panas" di belahan bumi utara, dan secara signifikan mempengaruhi hasil panen padi tahun 1815 dengan keuntungan besar dalam jangka pendek.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta