Lalu, selama dua tahun pertama sejak 1948, mereka coba menghitung titik air yang sama dengan kontur Desa. Pasalnya, ketinggian Curug Gomblang yang airnya mengalir dari Sungai Logawa tingginya tidak sama. Akhirnya, mereka pun mencari alternatif lain agar air itu bisa sampai ke desa.
"Bagaimana mereka menemukan titik air yang sama dengan desa, saat itu belum ada peralatan mendukung seperti GPS, tapi mereka bisa menentukan titik airnya sampai ke desa. Titik airnya itu sekitar 400 meter di atas Curug, jadi langsung mengambil dari aliran Sungai Logawa. Karena kalau mengandalkan Curug tidak bisa, posisi elevasinya di bawah desa," ucapnya.
"Makanya, kontur terowongannya tidak begitu curam tapi airnya mengalir, persis seperti irigasi. Landai tidak curam, itu hebatnya mereka menentukan titik awal sumber air sampai sama tinggi dengan sawah di desa," lanjut Tri.
Saat ini, upaya yang harus dilakukan untuk menjaga terowongan saluran air tersebut dapat berfungsi dengan baik adalah konservasi. Diketahui bahwa kini, tingginya tingkat sedimentasi yang relative tinggi berdampak pada aliran air yang masuk ke desa.
Permasalahan tidak berhenti pada sedimentasi saja, perlu juga dibuat pintu air di bagian hulu. Pintu air ini berguna untuk mengatur debit air usai sedimentasi diangkat. Dengan adanya pintu air ini, para penjaga terowongan juga menjadi tak perlu was-was bila sewaktu-waktu debit air meningkat.
Editor : Arbi Anugrah