BANYUMAS, iNews.id - Terowongan air Tirtapala telah menghidupi warga di enam desa di Kecamatan Kedungbanteng, Banyumas, Jawa Tengah. Kedua penjaga saluran air tersebut adalah Kusnanto (60) dan Agus Salim (48) yang meneruskan perjuangan Sanbasri, tokoh di Desa Kalisalak, Kecamatan Kedungbanteng yang memiliki ide pembuatan terowongan air tersebut.
Dengan menembus bukit, air dari sungai Logawa akhirnya dapat tersalurkan ke enam desa yang sebelumnya tidak teraliri air. Bukan tanpa tantangan, terowongan sepanjang 550 meter itu penuh resiko bagi kedua penjaga saluran air.
Berbekal sepatu boot, golok dan lampu penerangan yang melekat di kepala, mereka pun berjalan menerobos gelapnya lorong yang dipenuhi dengan suara gemricik air. Semua itu dilakukan untuk menjaga sumber penghidupan bagi warga di enam desa yang tinggal di kaki Gunung Slamet.
Bahkan selain gelap dan menjadi sarang kelelawar, pekerjaan mereka juga penuh dengan risiko, bahkan bertaruh nyawa. Pasalnya, terowongan air dengan tinggi sekitar dua meter dan lebar 80 centimeter ini berpotensi longsor serta derasnya arus tak ayal juga dapat menyeret mereka.
Air mengalir dengan cara digali manual. (Foto: Aryo Rizqi/iNews Purwokerto)
Sejarah panjang pembangunan terowongan saluran air itu tak lepas dari seorang tokoh yang namanya diabadikan menjadi nama terowongan tersebut, yakni Sanbasri. Namanya diabadikan karena ditengarai ialah sosok yang memiliki ide untuk membangun terowongan saluran air hingga dapat dinikmati warga desa.
Bersama dengan tujuh orang lainnya, yakni Tadirana, Sadirana, Sanwiraji, Sumardi, Ngalireja, Lurah Darwan (lurah pertama Desa Kalisalak), dan Sanbesari, delapan orang itu berpikir bagaimana caranya agar kebutuhan air desa mereka dapat terpenuhi karena selama ini desa mereka hanya mengandalkan air tadah hujan.
Editor : Aryo Arbi