get app
inews
Aa Text
Read Next : 5 Desa di Banyumas Gelar Umbul Doa dan Yasinan untuk Pilkada yang Damai

Kisah Pemuda Sadar Bahaya Judi Online, Pernah Bohongi Orang Tua Berharap Akan Kemenangan

Rabu, 02 Oktober 2024 | 09:28 WIB
header img
Ilustrasi judi online. (Foto: Arbi Anugrah/iNewsPurwokerto)

PURWOKERTO, iNewsPurwokerto.id - Waktu menunjukkan sekitar pukul 21.45 WIB, seorang pemuda berinisial A (27) tampak gelisah, jemarinya sesekali memainkan layar handphone sembari mendengarkan perbincangan teman-temannya. Pikirannya melayang menghitung jumlah uang dalam angan-angan agar genap menjadi Rp50 ribu. 

Bukan tanpa sebab, A seorang pemuda asal Kabupaten Pengandaran, Jawa Barat yang pernah kuliah di Purwokerto, Kabupaten Banyumas ini baru saja beradaptasi meninggalkan pengaruh permainan judi online (judol) yang ia jalani hampir 5 tahun terakhir. Karena hampir setiap malam saat dirinya masih kecanduan judi online, antara pukul 20.00 WIB hingga tengah malam sebelum tidur, ia wajib melakukan deposit dan memuaskan dirinya dengan permainan tersebut. 

Untuk menghilangkan kegelisahannya tersebut, ia pun berusaha ikut larut dalam obrolan kedua temannya dan menyibukkan diri agar bisa melewati pengaruh tersebut. Ia pun menantang diri dan perasaannya untuk bisa melewati masa transisi ini, agar tidak kembali melakukan deposit ke situs judi online. 

Kini ia sadar, jika penjudi adalah candu yang kerap memberikan sensasi kesenangan yang kuat melalui unsur ketidakpastian dengan potensi kemenangan. Sensasi ini bisa menjadi sangat memikat, bahkan membuat orang merasa terdorong untuk terus bermain, berharap akan kemenangan besar meski pada akhirnya, akan banyak kehilangan.

"Pas kecanduan judi online itu secara batiniah dalam sehari kita tidak deposit itu rasanya gelisah. Jadi kalau malam belum deposit, mau ngapain, apa yang kurang, ngapain ya. Pokoknya jangan sampai tidak ada kegiatan, cuma kalau siang masih bisa nahan-nahan, tapi kalau sudah malam belum tidur itu pasti deposit dan main lagi. Jadi jangan sampai punya saldo deh," kata A saat berbincang dengan iNews Purwokerto, Minggu (29/9) lalu.

Kisah A ini berawal sekitar akhir tahun 2018, di mana ketika tengah kuliah di Kota Purwokerto, ia tertarik untuk bermain trading dan menginvestasikan uangnya dalam jual beli mata asing. A ketika itu mempelajari cara-cara trading ini disalah satu platform dan menginvestasikan uang tabungannya sekitar Rp2,5 juta, akan tetapi harapannya tidak sesuai ekspektasi.

"Awal nyoba itu sekitar Rp2,5 juta awal deposit, setelah dipelajari dan tidak pernah profit pada akhirnya berhenti apalagi modal sudah tidak ada, jadi uang Rp2,5 juta tidak balik sama sekali," ungkap pria yang kini fokus menjadi seorang pengawas Pilkada serentak di wilayahnya.

Ia pun lantas mulai mendengar dari teman-temannya soal permainan yang dianggapnya mudah, terlebih hanya cukup dengan modal kecil, tetapi bisa mendapatkan 'cuan' yang besar. Apalagi banyak diantara teman-temannya bisa mendapatkan uang dari judi online ini, A yang pernah 'boncos' ditrading ini pun mulai penasaran dan tergiur dengan cara instan berisi harapan, dari permainan judi online. 

Tanpa berpikir panjang, ia pun langsung melakukan deposit diangka Rp50-100 ribu. "Dari deposit awal Rp50 ribu itu memang dikasih sekitar Rp800 ribu dan kalau menurut saya dari Rp50 ribu jadi Rp800 ribu itu sudah untung," ujar pemuda yang pernah aktif dalam berbagai kegiatan organisasi kemahasiswaan di kampusnya.

Bahkan menurut A, judi online semakin menjadi-jadi saat Covid 19 melanda Indonesia, banyak diantara teman-temannya yang bisa mendapatkan jackpot dari permainan judi online ini. Dari ceritanya, yang membuat ia semakin dalam meyakini jika judi online dapat mengubah hidupnya, adalah ketika temannya cukup melakukan deposit Rp50 ribu, tapi bisa mendapatkan uang hingga Rp3,7 juta, dan deposit Rp100 ribu mendapatkan uang hingga Rp4 juta.

Akhirnya, ia terjunlah semakin dalam, dipikirannya saat itu menang kalah harus deposit. Setiap harinya ketika malam tiba, A mengaku sudah seperti orang kecanduan, karena minimal ia harus bermain judi online ini. Jika deposit kecil kalah, maka ia coba melakukan deposit yang lebih besar.

"Ya kalau tidak main itu pasti rasanya kayak ada yang kurang, jadi menurut saya ini juga sebuah kecanduan dan momok yang menakutkan. Meskipun tidak besar depositnya, tapi kalau dikalkulasi menurut saya besar, kalau dihitung dari 2019 sampai awal 2024. Karena uang yang masuk ke sana dan uang yang saya dapatkan, banyak uang yang masuk ke sana, tidak sampai ratusan juta, masih puluhan juta," ungkap mantan ketua BEM ini.

A mengaku, disaat kecanduan judi online ia tidak sampai menjual barang-barang pribadi, mencuri atau melakukan pinjaman online (pinjol). Akan tetapi ia mengaku jika dirinya telah membohongi kedua orang tuanya sendiri dengan mempertaruhkan uang kuliah, kos-kosan dan uang makannya, hingga menunggak SPP beberapa semester, serta tidak memiliki tempat tinggal. 

Untuk hidup setiap harinya, A bahkan harus meminjam uang temannya dan hidup berpindah-pindah tempat untuk sekedar bermalam, baik di kos teman ataupun tidur di kampus, hingga ia kembali mendapat jatah uang bulanan dari orangtuanya. 

"Jadi bohongin orang tua, uang yang harusnya buat kos-kosan, buat makan, buat kuliah dipakai untuk deposit judi online," ucapnya lirih.

Tidak berhenti sampai di situ, rasa kecanduan judi online inipun terus berlanjut hingga ia lulus kuliah dan bekerja disalah satu perusahaan. Bahkan dengan gaji dan insentif yang besar, ditambah cash back yang tidak sedikit dari sebuah aplikasi startup yang ia jalankan, membuat A semakin menjadi-jadi, mengejar harapan berisi khayalan.

"Kita kerja habis buat itu (judi online), kerja satu bulan, belum satu minggu uang gajian sudah habis. Untuk melanjutkan hidup sampai ketemu uang gajian lagi, kita pinjam ke temen dan kita janjiin akhir bulan. Kalau sudah gajian, bayar ke si A, si B, si C untuk makan dan bahkan untuk deposit lagi, tapi ternyata tidak sesuai dan masih kalah terus," imbuhnya.

Titik balik A hingga akhirnya ia sadar apa yang telah ia jalani selama ini tidak membuahkan hasil, ketika ia melihat teman-temannya banyak yang telah menikah, memiliki anak bahkan berumahtangga. Namun ia sendiri sudah tidak memiliki pekerjaan dan tidak memiliki uang, apalagi tabungan yang selama ini ia harapkan dari permainan judi online. 

Ia akui godaan yang dirasakan selama ini adalah ketika pegang uang sedikit, dirinya langsung deposit dan ketika pegang uang banyak, ia deposit lebih besar lagi.

"Ya sudah di titik paling rendah, sudah tidak punya pekerjaan, tidak pegang uang, tidak punya tabungan. Kalau lihat teman-teman yang lain sudah punya anak, ahh.. pada saat itu kepikiran. Lalu kalau ingat setiap klik (judi online) uangnya cuma lewat, rasanya gimana gitu, padahal satu sisi ingin nabung, makanya sudah lah tidak diterus-terusin, dari sekian tahun yang dijalani juga tidak menghasilkan," ungkapnya.

"Meski kadang terlintas kalau lagi tidak ada kegiatan, tidak ada kerjaan kadang itu kayak pingin main, cuma saya tahan. Sudah tidak bisa sedih, cuma bisa ngetawain diri sendiri, saya dulu kenapa kayak gini," lanjut kisahnya.

Ia bahkan mengaku jika orang yang telah kecanduan judi online tidak dapat diberikan saran untuk berhenti jika belum jatuh hingga titik terdalam dan sadar dengan sendirinya. Apalagi ketika seseorang sudah ingin berhenti, namun disatu sisi iklan judi online yang menggiurkan kerap muncul di media sosial, dan menjadi tantangan di era digital bagi orang yang tengah berupaya lepas dari dunia tersebut.

"Kalau buat yang pada main gitu tidak bisa dikasih saran, ustadz saja nyuruh berhenti kalau belum jatuh tidak bakalan berhenti. Orang-orang kayak gitu harus dari kesadaran diri sendiri. Judi online membahayakan bisa sampai bunuh diri, tapi kalau belum sadar dia akan tetep main, yang pasti tidak ada manfaatnya sama sekali, rugi dunia rugi akhirat," pungkasnya.

Kasus judi online di Indonesia memang menjadi pekerjaan rumah bagi seluruh instansi, baik pemerintah maupun aparat penegak hukum. Bahkan di Kota Purwokerto, Kabupaten Banyumas pada Juni 2024 lalu, pihak Kepolisian Polresta Banyumas berhasil menggerebek tiga lokasi yang diduga menjadi sarang judi online dengan omzet mencapai Rp3,4 miliar dalam sebulan. Dari penggerebekan tersebut satu orang menjadi DPO dan 11 orang lainnya terdiri dari operator, teknisi hingga penginput data ditetapkan sebagai tersangka.

Terlebih, kemudahan akses terhadap situs judi online di era digital telah merambah keberbagai lini kehidupan dimasyarakat, bagaikan benalu yang terus menggerogoti. Tak hanya orang dewasa, namun juga hingga anak-anak sekolah kini dengan mudah mengakses situs judi online bermodus permainan game online.

"Tantangan era digital saya yakin semua rumah tangga punya handphone, tidak hanya satu atau dua, bahkan yang ekonominya lebih mesti punya handphone lebih dari jumlah orang di rumah itu. Yang jadi masalah kita tidak tahu apa yang di akses masing-masing handphone tersebut, sepanjang ada internet dan ada kuotanya bisa main apa saja, termasuk judi online," ujar Kabid Informasi dan Komunikasi Publik Dinkominfo Kabupaten Banyumas, Heri Purwanto saat dikonfirmasi.

Biasanya menurut Heri, semua bisa berawal dari game gratis yang kerap memunculkan iklan judi online, di mana anak muda biasanya akan coba-coba, karena kemudahan akses. Apalagi tidak semua orang tua paham akan teknologi informasi, sehingga tidak memproteksi handphone anak-anaknya, yang menyebabkan apapun bisa dibuka oleh mereka.

"Tidak hanya judi online, mungkin nonton film yang bersifat pornografi. Kita sebagai orang tua juga terkadang yang penting anak diam, padahal belum tentu diamnya itu diam karena menggunakan handphone untuk belajar," imbuhnya.

Menurutnya, ketika sudah kecanduan, biasanya orang akan mengupayakan segala cara untuk bisa mendapatkan uang dan melakukan deposit pada permainan judi online ini. Caranya bisa bermacam-macam, diantaranya selalu minta uang ke orang tua, mengambil barang, mencuri, bahkan ketika sudah terdesak, orang yang kecanduan judi online akan melakukan pinjaman online (pinjol).

"Dampaknya bisa ke situ, banyak kasus dan seperti itu urutannya, karena kepepet cari uangnya untuk main judi online, menang bisa untuk bayar, padahal tidak mungkin. Akhirnya terjerat pinjol, karena itu beriringan, antara judi online dan pinjaman online mudah murah cepat apalagi itu sangat menggiurkan, padahal akhirnya ya ditagih, diteror," jelasnya.

Heri mengungkapkan, upaya yang dilakukan Dinas Komunikasi dan Informatika (Dinkominfo) Kabupaten Banyumas untuk mengurangi dampak judi online adalah dengan cara preventif di wilayah-wilayah terkait cara bijak berselancar di internet hingga bermedia sosial. Selain itu kegiatan literasi digital yang rutin dilakukan Dinas Kominfo ini juga termasuk mengingatkan dan menghindari iklan-iklan yang berpotensi mengarah ke situs judi online.

"Upayanya sosialisasi kepada masyarakat, dan lebih ke literasi digital, manfaat dan dampaknya bagaimana. Kita harus bijak bermedia sosial termasuk jangan terpancing dengan iklan-iklan yang salah satunya adalah judi online," ucapnya.

Maka dari itu, peran semua pihak perlu dilakukan untuk mengantisipasi masyarakat terjebak semakin dalam ke dunia harapan tanpa kepastian. 

"Kalau untuk orang yang sudah kecanduan main judi online, kalau masih bisa diomongin ya diomongin. Tapi kalau sudah jadi penyakit dan menyerang psikologi harus ke psikiater, karena kalau sudah tidak bisa diomongin berati sudah sakit mental, karena terlalu berharap dari judi online ini, apalagi sampai berani melakukan tindakan kriminal yang tidak disangka dari awal," jelasnya.

Akademisi Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) Ayu Kurnia S, S.Psi., M.Psi mengungkapkan penyebab yang dapat ditimbulkan dari judi online, baik kepada anak-anak remaja hingga orang dewasa, di mana biasanya memiliki tanda-tanda yang khas. Jika pada anak remaja, menurut Ayu, mereka tengah mencari jati diri dan memiliki rasa penasaran yang tinggi untuk coba menantang diri mereka, biasanya diawali dengan game online gratis yang kerap muncul dari pop-up game tersebut.

"Dari kajian psikologi, penggunaan judi online pada anak dan remaja itu tidak disengaja, biasanya berawal dari game online, kemudian nanti di arahkan ke judi online. Karena itu muncul pop-up yang banyak sekali. Jadi mereka coba-coba terus menantang diri mereka, cari aktivitas, cari temen dan mereka merasa bisa cari uang, akhirnya mereka lanjutlah, karena ada peluang dapat uang, walaupun itu sebenarnya cuma permainan bandar," jelas Dosen Fakultas Psikologi UMP spesialisasi Psikologi Keluarga dan Forensik.

Namun jika pengaruh judi online pada orang dewasa, faktornya lebih banyak dipengaruhi oleh uang. Apalagi tuntutan ekonomi keluarga untuk dapat mencari sumber-sumber keuangan yang cepat, agar dapat memenuhi kebutuhan rumah tangganya.

"Tapi akhirnya, karena judi memiliki sifat adiktif. Kalau dia menang sekali, dia akhirnya coba-coba dan akhirnya ketergantungan, itu terjadi ke anak-anak, remaja dan dewasa, bahkan ibu-ibu juga bisa," ujarnya.

Maka dari itu Ayu menekankan agar orang tua paham tanda-tanda yang ditunjukkan oleh anak yang telah bermasalah dengan judi online. Tanda-tanda tersebut biasanya akan terlihat bagi anak yang telah adiktif, diantaranya anak-anak dan remaja mulai sering melakukan kebohongan-kebohongan kepada orang tua, kerap bolos sekolah, nilai akademik menurun, mengasingkan diri hingga yang paling parah adalah mulai mencuri uang orangtuanya atau uang di lingkungan rumahnya.

"Karena remaja belum mandiri secara finansial, jadi mereka masih akan mencari bantuan orang-orang terdekat di rumahnya. Makanya orang tua perlu peka, rutin melihat handphone si anak, karena online, dan yang bisa diakses adalah history pengguna handphonenya," ungkap Tim Student Discipline Center UMP ini.

Ayu menjelaskan, secara psikologi dampak yang terjadi pada anak-anak remaja yang terlibat judi online ketika secara konsisten kalah terus di dalam permainan tersebut, biasanya akan memunculkan depresi atau cemas. Sebab, selama ini mereka terlalu berharap akan kemenangan, untuk mengembalikan uang yang telah mereka gunakan, ditambah mereka akan terganggu secara relasi sosial karena sering mengasingkan diri.

"Sedangkan pada orang dewasa, kalau dia kalah judi berkali-kali akan muncul stres, berfikir bagaimana untuk mendapatkan uang. Maka akan berpengaruh pada kekarakternya yang cenderung meledak-ledak, emosinya tidak stabil dan mudah marah-marah, jika kondisi kepepet, dia akan panik," ujarnya.

Ayu mengungkapkan jika judi online ini menjadi tantangan tersendiri bagi seluruh pihak di era digital, khususnya Kominfo. Berdasarkan informasi, sejak tahun 2018 Kominfo telah menghapus lebih dari 500 ribu situs judi online, tapi setiap hari muncul kembali ratusan ribu bahkan hingga berkali-kali lipatnya.

"Jadi ini tantangan bagi semua kalangan, baik orang tua, anak, orang dewasa untuk lebih aware, kalau ketangguhan itu dibangunnya bukan dari lingkungan tetapi dari diri kita. Kalau diri kita sudah tangguh, maka tidak akan tergiur dengan tawaran judi online bagaimana pun itu, karena tidak akan berhenti tawaran judi online," jelasnya.

Apalagi saat ini Artificial intelligence (AI) dalam mesin pencarian dapat membaca hobi setiap individu yang kerap menggunakan keyword tertentu. Sehingga ketika seseorang sudah masuk dalam dunia tersebut, baik Itu membuka sosial media ataupun mesin pencarian, secara otomatis tawaran-tawaran judi online yang menggiurkan akan terus masuk.

"Jadi kenapa orang sudah masuk, susah bangkit, harus secara konsisten tidak menggunakan keyword itu di mesin pencari dan jangan klik sekali pun sampai konten itu hilang dengan sendirinya di hp dia. Jadi yang paling bisa dilakukan adalah bikini tameng dari diri sendiri, namanya ketangguhan terhadap dunia teknologi dan tidak tergiur dengan tawaran-tawaran judi online," imbuhnya.

Lalu untuk menghadirkan kesadaran pada diri sendiri perlu peran serta lingkungan, mulai dari orang tua untuk mengedukasi anak, karena tidak semua anak muda bisa masuk ketika diberikan saran. Jadi orang tua harus kreatif menyampaikan pada anak dengan melihat fakta di lapangan.

Salah satu upayanya adalah dengan mencari aktivitas lain yang bermanfaat agar bisa membuat mereka bahagia. Karena fase-fase remaja adalah fase mencari jati diri, fase-fase tersebut akan disalurkan melalui hobi yang menantang diri sendiri dan mencari aktivitas, begitu pula untuk orang dewasa yang biasanya dipengaruhi oleh gaya hidup.

Sedangkan untuk usia dewasa madya antara 40-60 tahun isunya lebih pada menjaga pola hidup. Maka untuk mengantisipasi agar mereka tidak lagi bermain judi online adalah dengan mencari aktivitas melalui komunitas- komunitas yang membangun gaya hidup sehat baru.

"Makanya banyak bapak-bapak usia segitu mulai mencari komunitas lari, komunitas sepeda untuk menyibukkan diri, supaya pikirannya tidak kosong dan tetap melakukan aktivitas positif," ungkapnya.

Sehingga tidak heran jika setiap orang yang telah kecanduan judi online akan merasa gelisah, cemas. Tapi ketika mereka sudah bermain, maka akan timbul hormon bahagia, di mana mereka merasa jika kebahagiaan itu muncul saat mengakses judi online. Oleh karena itu, perlu adanya aktivitas lain agar hormon bahagia itu tetap muncul, namun dengan cara yang positif.

Editor : EldeJoyosemito

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut