Sebab, mereka percaya bahwa jodoh merupakan takdir dari leluhur. Usia calon pengantinnya pun masih sangat muda, yaitu 14 sampai 17 tahun bagi laki-laki dan 13 atau 14 tahun bagi perempuan.
Dalam Jurnal Bimbingan Konseling dan Keluarga dengan tajuk 'Sistem Hukum Perkawinan Masyarakat Adat Baduy Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Provinsi Banten', dijelaskan bahwa tata cara perkawinan dari mulai peminangan sampai membina rumah tangga diatur dalam ketentuan adat Baduy yang mengikat.
Setelah calon jodoh sudah ditentukan, kedua keluarga bertemu dan bersilaturahmi. Tahap pengenalan ini dinamakan bobogohan. Biasanya, acara ini diiringi dengan alunan alat musik kecapi yang dibawa oleh pihak laki-laki.
Setelah kedua keluarga sepakat untuk melangsungkan pernikahan, maka diadakanlah lamaran. Uniknya pernikahan suku Baduy lagi adalah acara pernikahan hanya boleh dilakukan pada bulan ke-5, 6, dan 7 yang penanggalannya disesuaikan oleh Pikukuh.
Pikukuh sendiri merupakan aturan dan ajaran yang wajib dijalankan oleh masyarakat Baduy. Aturan ini mengatur segala hal yang dilarang dan diperbolehkan oleh masyarakat suku Baduy, sesuai dengan apa yang sudah digariskan leluhur.
Sebelum resmi menikah, calon pengantin pria diwajibkan untuk tinggal terlebih dahulu selama 2 hari di kampung calon mempelai perempuan. Hal ini dimaksudkan agar para ruh betah tinggal di tempat itu.
Sehari sebelum akad dilangsungkan, calon mempelai pria dijemput warga dari kampung si calon istri. Para warga ini membantu membawakan berbagai barang bawaan beserta makanan dan minuman.
Dalam proses pernikahan, pengantin akan mengucapkan ijab kabul yang disaksikan oleh penghulu. Pelaksanaan akad nikah dan resepsi dilakukan di Balai Adat, serta dipimpin oleh Pu’un yang akan mengesahkan pernikahan tersebut.
Namun satu hal yang perlu ditekankan dan menjadi catatan, masyarakat Baduy tidak mengenal poligami dan perceraian dalam rumah tangganya. Mereka hanya diperbolehkan menikah lagi jika salah satu pasangannya telah meninggal dunia.
Editor : Arbi Anugrah