Meraih Asa dari Setetes Nira Kelapa

Arbi Anugrah
Asim sedang menderes air nira di pohon kelapa dengan menggunakan alat keselamatan. (Foto: Arbi Anugrah)

"Sewaktu naik ke atas capek dan haus tidak berani minum langsung, karena niranya sudah dicampur kimia. Makanya ketika sudah mulai beralih organik, sekarang mereka (penderes) berani minum langsung di atas ketika capek," ujarnya.


Asim sedang mengecek Drupadi, alat peringatan kecepatan angin agar Penderes Gula waspada dan tidak naik pohon. (Foto: Arbi Anugrah)

Kehadiran Pertamina ini mengubah pola kerja para petani penderes gula kelapa di Desa Karangsari, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah dalam mengolah air nira menjadi gula organik sangat dirasakan manfaatnya. Tidak hanya itu, pendampingan yang dilakukan PT Pertamina Patra Niaga Fuel Terminal Maos, Cilacap kepada petani penderes yang sebelumnya menggunakan bahan kimia, kini berangsur-angsur berubah menjadi gula sehat yang aman untuk dikonsumsi masyarakat, bahkan hasil dari pendampingan ini telah meningkatkan taraf kehidupan para petani gula secara ekonomi.

Namun untuk mencapai itu semua tidaklah mudah, jatuh bangun harus dilakukan Asim agar para petani penderes mau beralih menggunakan laru alami pengganti bahan kimia sulfit. Apalagi Kabupaten Banyumas dan Cilacap di Jawa Tengah menjadi salah satu pusat industri gula kelapa di Indonesia. Di mana hasil produk gula kelapa yang diolah menjadi gula semut memiliki orientasi ekspor, dan Banyumas menjadi pusat industri gula semut terbesar di Asia dengan pangsa pasar Amerika, Eropa hingga Jepang.

Untuk menghasilkan gula bernilai ekspor tidaklah mudah, gula-gula yang dihasilkan dari setiap pohon kelapa harus bebas dari bahan kimia dan harus memiliki sertifikasi dari Internasional Control Union untuk mengontrol kualitas dari gula semut tersebut. Di sinilah peran PT Pertamina Patra Niaga Fuel Terminal Maos mengubah pola kerja para penderes gula kelapa di Desa Karangsari yang sebelumnya akrab dengan bahan kimia bernama 'sulfit' untuk menghasilkan gula cetak cerah, bersih namun berbahaya jika dikonsumsi oleh masyarakat.

"Perjuangannya ya sangat luar biasa sekali, sampai sekarang juga masih banyak yang belum mau pindah ke organik, terus terang saja kayak begitu," jelasnya.

Maka dari itu, ia menyarankan para penderes dikelompoknya agar membuat gula sehat, selain sebagai penghasilan, dengan membuat gula organik juga memiliki nilai ibadah kepada masyarakat yang mengkonsumsinya. "Kalau kita memberikan konsumen kita dengan cara sehat, Insya Allah kita dapat balasan yang bagus, juga untuk keluarga kita sendiri, ibaratnya tidak ragu kalau ngonsumsi seperti itu," kata Asim.

Kelompok Tani Pendekar sebutan untuk Penderes Badek Karangsari dibentuk sekitar tahun 2021 setelah sebelumnya mendapatkan perhatian dari PT Pertamina Patra Niaga Fuel Terminal Maos di tahun 2020, dengan jumlah anggota sekitar 50 petani penderes dengan rentang usia 20-55 tahun. Tujuan utama kelompok tani pendekar adalah mengubah pola kerja petani penderes dari penggunaan sulfit menjadi gula organik sehat yang dapat dikonsumsi oleh seluruh masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan para petani gula dari hasil kerja kerasnya selama ini.

Sebab, dalam hitungannya, penggunaan sulfit dalam pembuatan gula kelapa seperti gula Jawa sangat merugikan, karena untuk membeli sulfit yang dicampur ke 22 pohon dalam satu harinya, setidaknya Asim harus mengeluarkan uang Rp4 ribu rupiah. Sedangkan dengan menggunakan laru alami, cukup Rp1000 rupiah, tapi memiliki harga yang lebih baik, serta banyak konsumen lebih memilih gula organik.

Selain itu, menurut Asim, gula tanpa bahan sulfit juga dapat diolah menjadi gula semut atau coconut sugar yang di ekspor ke luar negeri. Saat ini dari 50 anggota penderes gula kelapa, baru sekitar 30 persen penderes yang membuat gula semut, sisanya gula cetak.

Dari 30 persen penderes yang membuat gula semut, menurutnya dalam sebulan kelompoknya dapat menghasilkan sekitar 1 ton gula semut, baik yang dihasilkan dari para petani kelompoknya, ataupun gula semut yang dibeli dari para pengepul. Maklum saja, meskipun telah berdiri kelompok, namun masih banyak petani penderes yang terikat dengan para pengepul gula kelapa. Sehingga, gula semut ataupun gula cetak tersebut akan disetor kepada pengepul untuk selanjutnya dibeli oleh kelompok.

Editor : EldeJoyosemito

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2 3 4 5

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network