JAKARTA, iNewsPurwokerto.id - Fenomena Quiet Quitting belakang ini ramai diperbincangkan. Benarkah Quiet Quitting merupakan bentuk perlawanan para pekerja dari sistem kerja berlebihan?
Dalam dunia kerja, menuruti apa yang diperintahkan atasan memang merupakan suatu kewajiban. Tapi, ketika pekerjaan yang diberikan tidak sesuai kemampuan dan diberikan terus menerus tanpa adanya kebijakan penyesuaian gaji, tentu saja tidak adil untuk karyawan tersebut.
Maka tak heran, jika tagar quiet quitting belakangan ini mengemuka sebagai bentuk perlawanan terhadap sistem kerja yang berlebihan, hal itu pun disuarakan terutama di TikTok. Istilah quiet quitting pertama kali muncul di media sosial pada awal 2022.
Quiet quitting sendiri menggambarkan fenomena karyawan yang menolak bekerja melebihi tanggung jawab mereka. Melalui quite quitting, orang-orang ingin menyuarakan pentingnya memberikan batasan antara pekerjaan dengan kehidupan pribadi.
Seperti dilansir dari KlikDokter, agar lebih paham terkait arti, penyebab, dan dampak quiet quitting pada kesehatan mental.
Mengenal Fenomena Quiet Quitting
Fenomena yang kini menjadi tren, awalnya banyak dipromosikan oleh karyawan yang memiliki beban kerja berintensitas tinggi. Media sosial lantas membuat tren quiet quitting hingga banyak orang yang merasa senasib ikut tergerak menyuarakan semangat quiet quitting.
Menurut Ikhsan Bella Persada, M.Psi., Psikolog, orang yang melakukan quiet quitting tidak resign dari pekerjaannya. Namun mereka hanya membatasi diri untuk tidak bekerja secara berlebih dan melakukan apa yang menjadi tugasnya saja.
Editor : Arbi Anugrah