Selanjutnya, bakteri, jamur, atau organisme lain, akan mengurai tubuh tanpa oksigen sehingga mengubah sebagian kulit tubuh menjadi hijau sekitar 18 jam setelah kematian. Ini terjadi secara bersamaan, karena bakteri di perut berkembang biak dengan cepat, menciptakan gas yang menyebabkan tubuh kembung dan bau.
Proses pembusukan ini akan semakin cepat pada saat tubuh berada di lingkungan yang panas. Dalam buku "Evaluation of Postmortem Changes" terbitan StatPearls Publishing, 2022, terungkap, ketika mengembung, kulit bisa terkelupas dan marbling. Di mana pembuluh darah akan mulai berwarna hitam kehijauan, ini dapat terlihat melalui kulit dalam waktu sekitar 24 hingga 48 jam setelah kematian.
Akhirnya, pengembungan runtuh, dan dalam proses yang dikenal sebagai pembusukan hitam, organ dan jaringan tubuh akan melunak. pada kondisi ini dapat membentuk kehidupan serangga dan mikroba yang memakan jaringan lunak yang tersisa, dan setelah itu meninggalkan sisa-sisa kerangka.
“Dekomposisi melambat secara signifikan pada tahap ini, dan dibutuhkan waktu bertahun-tahun atau dekade sampai sisa-sisa kerangka hancur,” tulis keterangan buku Evaluation of Postmortem Changes.
Namun, untuk menunda pembusukan yang terjadi pada tubuh yang mengalami kematian, biasanya dilakukan pembalseman, dengan menyuntikkan cairan bahan kimia ke pembuluh darah. Bahan kimia ini l nantinya berfungsi sebagai pengawet, dan menghentikan aktivitas bakteri yang dapat merusak tubuh.
Meskipun pembalseman adalah praktik umum, namun beberapa agama dan kepercayaan melarangnya praktik ini dengan berbagai alasan. “Jika dibalsem, itu benar-benar dapat mengubah banyak hal,” kata Wescott.
Pada jenazah yang dibalsem dan dikubur dalam peti mati, proses dekomposisi atau pembusukan akan membutuhkan waktu lima sampai 10 tahun. Pada saat itu, jaringannya hilang dan hanya tersisa tulang.
Editor : Arbi Anugrah