Artinya, frekuensi berhubungan intim antara suami dan istri harus melihat pada kebutuhan biologis antara keduanya serta kesiapan fisik dan psikisnya. Seorang istri hendaknya tidak menelantarkan suaminya apabila suaminya menghendaki. Begitu pula sebaliknya, suami juga jangan mengacuhkan istrinya jika memang dirasa istri sedang membutuhkan kasih sayang.
Namun dari penjabaran ini harus dipahami bahwa nafkah batin bukanlah semata-mata sekedar tentang hubungan seksual. Memberikan perhatian serta menemani istri juga merupakan salah satu bentuk pemberian nafkah batin.
Sedangkan untuk persoalan hubungan seksual, seorang suami dapat saja hanya sekali menggauli istrinya secara seksual selama pernikahan. Pendapat ini dikemukakan oleh ulama Syafi'iyah seperti dikutip oleh Syekh Wahbah dalam kitab al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu:
وقال الشافعية: ولا يجب عليه الاستمتاع إلا مرة؛ لأنه حق له، فجاز له تركه كسكنى الدار المستأجرة، ولأن الداعي إلى الاستمتاع الشهوة والمحبة، فلا يمكن إيجابه، والمستحب ألا يعطلها ... ولأنه إذا عطلها لم يأمن الفساد ووقع الشقاق
Artinya: “Mazhab Syafi’iyah berpandangan, berhubungan intim bagi suami tidak wajib kecuali hanya satu kali, karena hal itu merupakan hak bagin. Maka boleh-boleh saja dia tidak menggauli istrinya dengan bertempat tinggal di rumah sewaan. Karena faktor pendorong terhadap hubungan intim ialah syahwat dan cinta, maka tidak mungkin hal tersebut dihukumi sebagai kewajiban. Namun dianjurkan bagi suami untuk tidak mendiamkan (tidak menggauli). Sesungguhnya ketika suami mendiamkan istri, maka kerusakan hubungan pernikahan menjadi tak terhindarkan dan terjadinya perpecahan.” (Wahbah Az-Zuhail, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, juz IX, halaman 97).
Itulah ulasan idealnya suami beri nafkah batin istri menurut Islam. Semoga informasi ini bermanfaat dan dapat kontribusi pada keharmonisan hubungan suami istri.
Wallahu a’lam bisshawab.
Editor : Arbi Anugrah