Oleh karena itu, tidak ada yang salah dengan melakukan ziarah kubur. Namun, banyak orang yang memilih untuk melaksanakan ziarah kubur menjelang bulan Ramadhan. Lantas, apakah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam memerintahkan hal tersebut, ataukah semua itu hanya kebiasaan saja?
Mengenai penentuan hari-hari tertentu untuk melakukan ziarah kubur, para ulama berpendapat bahwa tidak ada catatan yang menjelaskan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam menetapkan hari-hari khusus untuk ziarah kubur.
Ziarah kubur bisa dilakukan kapan saja dan pada hari apa saja. Ziarah kubur juga bisa dilakukan ketika ada kesempatan, tanpa perlu menentukan waktu-waktu tertentu. Namun, mengkhususkan hari tertentu untuk melaksanakan ziarah kubur dapat menyebabkan pelakunya terjerumus dalam perbuatan bid'ah.
Terlebih lagi jika dilakukan dengan tindakan-tindakan yang menyimpang, seperti melakukan ziarah kubur dengan maksud meminta sesuatu kepada orang yang sudah meninggal atau meyakini bahwa orang yang sudah meninggal tersebut memiliki kekuatan untuk melindungi dari bahaya atau memberikan manfaat. Jika hal tersebut terjadi, maka orang yang melakukannya dapat terjerumus dalam perbuatan syirik.
Menurut kutipan dari Rumaysho, Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal MSc menyatakan bahwa jika seseorang memilih untuk melakukan ziarah kubur pada waktu-waktu tertentu dan meyakini bahwa menjelang Ramadhan adalah waktu yang paling tepat untuk melakukannya, maka ini adalah kesalahan yang besar karena tidak ada dasar dalam ajaran Islam yang mengarahkan hal tersebut.
Dalam riwayat dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda:
لاَ تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ قُبُورًا وَلاَ تَجْعَلُوا قَبْرِى عِيدًا وَصَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ تَبْلُغُنِى حَيْثُ كُنْتُمْ
"Janganlah jadikan rumahmu seperti kubur, janganlah jadikan kubur sebagai ‘ied, sampaikanlah shalawat kepadaku karena shalawat kalian akan sampai padaku di mana saja kalian berada." (HR Abu Daud Nomor 2042 dan Ahmad 2: 367. Hadis ini shahih dilihat dari berbagai jalan penguat, sebagaimana komentar Syekh ‘Abdul Qodir Al Arnauth dalam catatan kaki Kitab Tauhid, halaman 89–90)
Wallahu a'lam bishawab.
Editor : Arbi Anugrah