Kedua lelaki tangguh ini dipercaya untuk merawat terowongan air tersebut mulai dari hulu sepanjang 550 meter hingga saluran irigasi yang mengaliri desa sepanjang dua kilometer. Bukan tanpa tantangan, selain gelap dan menjadi sarang kelelawar, pekerjaan mereka juga penuh dengan risiko, bahkan bertaruh nyawa. Pasalnya, terowongan air dengan tinggi sekitar dua meter dan lebar 80 centimeter ini berpotensi longsor serta derasnya arus tak ayal juga dapat menyeret mereka.
Air lewat yang digali manual. (Foto: Aryo Rizqi/iNews Purwokerto)
"Setahu saya, kesulitannya itu kalau ada longsoran, memang tidak seluruh terowongan kerena ada jendela-jendela itu. Jadi, kalau ada longsoran itu kan masuk, nah kerjaan yang berat di situ, harus dikeruk, harus dibuang itu sampai perjalanan air itu lancar," kata Kusnanto kepada wartawan.
Kusnanto dan Agus Salim telah dipercaya pihak Desa Kalisalak selama enam tahun belakangan untuk merawat terowongan bersejarah ini. Konon, terowongan air tersebut dibangun dengan cara dan alat-alat yang masih sederhana di tahun 1949 hingga 1956 oleh delapan orang.
Terowongan ini memang telah berjasa besar karena telah menghidupi sektor pertanian pada enam desa yang terletak di pertanian bawahnya. Namun, banyak orang yang masih belum tahu mengenai mana asal muasal air yang telah menghidupi mereka. Bahkan, sumber air tersebut turut dikomersilkan oleh Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas).
Editor : EldeJoyosemito