Dengan demikian, pihak mempelai putra (Sokaraja) merasa pihak mempelai putri (Purbalingga) mengisyaratkan penolakan secara halus, sehingga muncullah tabu nikah antar Sokaraja-Purbalingga. Priyadi juga menambahkan bahwa munculnya tabu nikah tersebut bisa jadi merupakan kesalahan penafsiran.
“Sebaliknya, dari peristiwa itu muncul syarat tumpeng berisi uceng dalam tradisi lamaran pada kalangan masyarakat Sokaraja sendiri yang tidak berkaitan dengan lamaran kepada pihak Purbalingga. Tumpeng berisi uceng kemungkinan adalah tafsiran yang keliru dari orang Sokaraja terhadap tumpeng uceng yang menimbulkan tabu berbesanan antara Sokaraja dengan Purbalingga yang sampai hari ini masih berlaku,” imbuh Priyadi dalam jurnal ilmiahnya.
Selain soal lamaran itu, Priyadi juga menyebutkan bahwa adanya dugaan persaingan politik di Purbalingga antara keturunan Banyumas dan keturunan Arsantaka yang menjadi cilak-bakal munculnya tabu nikah atau larangan nikah tesebut.
Di dalam berbagai naskah dan folklor temuannya, Priyadi melihat secara samar-samar adanya hubungan antara pihak Purbalingga dan Sokaraja yang terjalin melalui perkawinan.
“Arsantaka adalah seorang demang bawahan Raden Tumenggung (RT) Yudanegara III. Anaknya yang bernama Arsayuda dijadikan menantu oleh Yudanegara III, bahkan di kemudian hari menjadi bupati Purbalingga dengan gelar Dipayuda III. Jadi, tabu nikah antara Sokaraja dengan Purbalingga merupakan larangan perkawinan incest untuk menikahi wanita yang berasal dari klen yang sama (Bertens 1991: xxxiv),” tambah Priyadi dalam jurnal ilmiahnya.
Terlepas dari peristiwa manakah yang melatarbelakangi tabu nikah tersebut? atau versi manakah dari kedua pihak, Sokaraja-Purbalingga itu yang benar? yang jelas fenomena larangan nikah atau tabu nikah itu telah mentradisi dalam benak masyarakat di kedua belah pihak.
Mirisnya, hal itu akan terus bergaung secara turun-temurun tanpa pernah diketahui apa yang melatarbelakanginya atau hanya sebatas kesadaran kolektif dalam bentuk larangan. Maka dari itu, Priyadi menegaskan bahwa selama masyarakat masih memercayai adanya tabu nikah, tabu nikah itu akan selalu ada, kecuali tabu nikah itu ditinggalkan.
Editor : EldeJoyosemito