Pekerjaan tersebut untuk menjaga sumber penghidupan bagi warga di enam desa yang tinggal di kaki Gunung Slamet.
Kedua lelaki tangguh ini dipercaya untuk merawat terowongan air tersebut mulai dari hulu hingga saluran irigasi yang mengaliri desa sepanjang 2 km.
Terowongan air. (Foto iNewsPurwokerto.id/ Arbi Anugrah)
Tantangannya berat, karena di dalam terowongan gelap dan menjadi sarang kelelawar. Pekerjaan mereka juga penuh dengan risiko, bahkan bertaruh nyawa. Karena terowongan air itu berpotensi longsor serta derasnya arus tak ayal juga dapat menyeret mereka.
"Setahu saya, kesulitannya itu kalau ada longsoran, memang tidak seluruh terowongan kerena ada jendela-jendela itu. Jadi, kalau ada longsoran itu kan masuk, nah kerjaan yang berat di situ, harus dikeruk, harus dibuang itu sampai perjalanan air itu lancar,”ujarnya.
Kusnanto dan Agus Salim telah dipercaya pihak Desa Kalisalak selama enam tahun belakangan untuk merawat terowongan bersejarah ini.
Dengan upah sebesar Rp 350 ribu per orang dianggarkan oleh Desa Kalisalak, Kusnanto dan Agus Salim tetap ikhlas menjalankan tugas menjaga terowongan bersejarah itu.
Walaupun dibayar sedikit, tapi saya ikhlas, saya merawat saluran irigasi Sanbasri sepanjang itu untuk kebutuhan banyak orang, saya menganggap ibadah. Di pikiran saya, dua orang sedang dipercaya untuk melanjutkan perjuangan orang dulu yang menembus igir bukit yang berupa batu ditata sampai sekarang, saya melanjutkan melanjutkan perjuangan,”jelas dua.
Editor : EldeJoyosemito
Artikel Terkait