Syaikh Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya berjudul Fatawa Qardhawi, Permasalahan, Pemecahan dan Hikmah menjelaskan berdasarkan tabiat dan fitrah, biasanya pihak laki-laki yang lebih agresif, tidak memiliki kesabaran dan kurang dapat menahan diri. Sebaliknya wanita itu bersikap pemalu dan dapat menahan diri.
Itu sebabnya Nabi SAW menganjurkan supaya si istri jangan sampai menolak kehendak suaminya tanpa alasan, yang dapat menimbulkan kemarahan atau menyebabkannya menyimpang ke jalan yang tidak baik, atau membuatnya gelisah dan tegang.
Al-Qardhawi menjelaskan keadaan yang demikian itu jika dilakukan tanpa uzur dan alasan yang masuk akal, misalnya sakit, letih, berhalangan, atau hal-hal yang layak.
"Bagi suami, supaya menjaga hal itu, menerima alasan tersebut, dan sadar bahwa Allah SWT adalah Tuhan bagi hamba-hambaNya Yang Maha Pemberi Rezeki dan Hidayat, dengan menerima uzur hambaNya. Dan hendaknya hambaNya juga menerima uzur tersebut," jelasnya.
Cendekiawan Islam, Wahbah Al-Zuhaili mengatakan keharusan istri melayani keinginan suami itu dapat dibenarkan, kecuali dalam keadaan sedang mengerjakan kewajiban yang tidak dapat ditinggalkan. Penolakan istri juga dapat dibenarkan apabila dia merasa akan dizalimi oleh suaminya.
Jika hal itu terjadi, seharusnya istri berani mengungkapkan keberatannya dan suami juga semestinya mendengarkan dan mempertimbangkannya. Persoalan ini juga berlaku terhadap suami yang menolak ajakan istrinya.
Dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 228 disebutkan:
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِيْ عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِۖ
“…Dan, mereka (perempuan/istri) berhak mendapatkan perlakuan baik seperti kewajibannya (memperlakukan suaminya)…”
Al-Qardhawi mengingatkan masalah hubungan antara suami-istri itu pengaruhnya amat besar bagi kehidupan mereka, maka hendaknya memperhatikan dan menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan kesalahan dan kerusakan terhadap kelangsungan hubungan suami-istri. "Kesalahan yang bertumpuk dapat mengakibatkan kehancuran bagi kehidupan keluarganya," katanya.
Editor : Arbi Anugrah