Bertobat Sebelum Terlambat, Jangan Berputus Asa dari Rahmat Allah

Dua hadits dan dua firman Allah tersebut sangat jelas mengindikasikan bahwa bertaubat itu harus dilakukan sesegera mungkin, tidak boleh ditunda-tunda. Begitu seorang mukmin tergelincir melakukan sebuah dosa, dengan serta merta dia harus segera bertaubat. Bertaubatlah sebelum terlambat, selagi kesempatan masih ada.
Dalam Ihya Ulumuddin, Imam Ghazali, membagi orang yang bertaubat kepada empat tingkatan, sebagai berikut:
Tingkatan pertama, seorang yang bermaksiat lalu bertaubat dan konsisten dalam taubatnya. Ia memperbaiki semua kesalahannya dan bertekad tidak mengulangi. Disebut istiqomah dalam taubat, pelakunya disebut sabiq bil khairat (orang paling depan dalam kebaikan) dan mustabdil bis sayyi’at hasanat (yang mengganti kejahatan dengan kebaikan). Inilah yang disebut taubat nasuha. Dan jiwanya disebut an Nafsul Muthma’innah (jiwa yang tenang).
FirmanNya dalam surat At Tahrim, 66:8,
ياَاَيُّهاَ الَّذِيْنَ اَمَنُواْ تُوْبُواْ اِلى اللهِ تَوْبَةً نَصُوْحاً
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya)"
“ Tobat nasuha yaitu tobat yang menjernihkan hati, membersihkannya dan memurnikannya. Kemudian ia tidak menghianatinya dan tidak mencuranginya. Ia adalah tobat dari maksiat dan dosa, yang dimulai dengan penyesalan atas segala yang terjadi sebelumnya, dan berlanjut dengan amal saleh dan ketaatan”. (Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilaalil Qur’an Jilid 11, Terj, hal 339)
Tingkatan kedua, orang bertaubat yang menempuh jalan istiqomah dengan melaksanakan berbagai ketaatan yang utama, meninggalkan seluruh dosa besar, kecuali dosa-dosa kecil yang tidak bisa dihindari. Setiap kali terlanjur melakukan dosa, ia mencela dirinya, menyesali perbuatannya, merasa sedih dan memperbaharui tekadnya untuk serius menjaga diri.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta