Kopassus, Denjaka dan Kopasgat Jaga Kunjungan Jokowi di Ukraina, Ini Keistimewaan Pasukan Itu

Tim iNews, MPI
Paspampres yang di dalamnya ada personel Kopassus, Denjaka dan Kopasgat siap mengamankan Presiden Jokowi saat kunjungan ke Kiev, Ukraina

Pada November 1951, Kolonel AE Kawilarang ditunjuk sebagai Panglima TT III/Siliwangi. Dia pun mengeluarkan Instruksi Panglima Tentara dan Teritorium III Nomor 55/Instr/PDS/52 tanggal 16 April 1952 tentang pembentukan Kesatuan Komando Tentara dan Teritorium III atau Kesko III/Siliwangi yang menjadi cikal bakal Korps Baret Merah Kopassus. 


Senjata Kopassus. (Foto: iNews.id)

“Di benaknya (Kawilarang), pasukan khusus itu harus menjadi kesatuan yang ramping memiliki keahlian individu yang tinggi serta bermobilitas tinggi,” tulis buku berjudul “Kopassus untuk Indonesia” dikutip iNews Purwokerto. 

Selanjutnya, AE Kawilarang yang lahir di Meester Cornelis, sekarang Jatinegara pada 23 Februari 1920 ini memerintahkan Letda Aloysius Sugianto untuk mencari pelatih yang akan membantu pembentukan kesatuan pasukan khusus yang berbasis di bekas pangkalan Korps Speciale Troepen (KST) di Batujajar, Bandung, Jawa Barat.

Saat itu, diputuskan Mayor Moch Idjon Djanbi mantan Kapten KNIL dan yang pernah bergabung dengan KST dan bertempur dalam Perang Dunia II sebagai Komandan pertama. 

Dalam perjalanannya, satuan ini mengalami beberapa kali perubahan nama. Di antaranya Kesatuan Komando Angkatan Darat (KKAD) pada 1953, Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD) pada 1952. Kemudian pada 1955 berubah nama menjadi Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD). 

Pada 1966, RPKAD kembali berganti nama menjadi Pusat Pasukan Khusus TNI AD (Puspassus TNI AD). Berikutnya pada 1971 berganti lagi menjadi Komando Pasukan Sandhi Yudha (Kopassandha). 

Baru setelah 1985 satuan ini berganti nama menjadi Komando Pasukan Khusus (Kopassus) sampai sekarang. Keberhasilan AE Kawilarang membentuk pasukan khusus tidak lepas dari pengaruh lingkungan tempat dia dibesarkan. 

Salah satu prestasi Kopassus adalah cerita heroik sebanyak 30 prajurit TNI dari kesatuan Kopassus (dulu bernama RPKAD) yang tergabung dalam Kontingen Garuda (Konga) III berhasil menaklukan 3.000 personel pasukan pemberontak Kongo, dengan menyamar jadi hantu putih.

Almarhum Letjen (Purn) Kemal Idris, Komandan Pasukan Perdamaian Indonesia di Kongo saat itu, dalam buku biografinya berjudul “Kemal Idris, Bertarung dalam Revolusi” terbitan Sinar Harapan menceritakan hal ini. 

Pada Tahun 1962, Persatuan Bangsa Bagsa (PBB) memerintahkan Indonesia untuk mengirimkan pasukan perdamaian ke Negara Republik Demokratik Kongo, Afrika. 

Maka dikirimkan pasukan perdamaian Indonesia diberi nama Kontingen Garuda III (Konga III). Anggotanya diambil dari Batalyon 531 Raiders, satuan-satuan Kodam II Bukit Barisan, Batalyon Kavaleri 7, dan unsur tempur lainnya, termasuk Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD yang waktu itu masih bernama Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD).

Pasukan Konga III dipimpin Kemal Idris yang saat itu masih berpangkat Brigjen TNI. Sebanyak 3.457 tentara Konga III berangkat dengan pesawat pada Desember 1962. Mereka ditugaskan di Albertville, Kongo selama 8 bulan di bawah naungan United Nations Operation in the Congo (UNOC).

Editor : EldeJoyosemito

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2 3 4 5 6

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network